ANCAMAN DI ERA DIGITALISASI
Oleh : Rizky Gunawan
Mahasiswa : Universitas Negeri Islam Imam Bonjol
Teknologi , satu kata yang sangat berperan penuh dalam perkembangan kehidupan manusia saat ini.
Diera seperti saat ini mungkin hampir sebagian penduduk di seluruh dunia termasuk di Indonesia sendiri pun sudah menikmati kemajuan teknologi.
Berbicara tentang teknologi akan terpisahkan dengan internet dan Gadget yang merupakan hasil dari teknologi itu sendiri.
Teknologi dan kemajuannya yang pesat sangatlah membantu kehidupan manusia, bahkan dengan kemajuan teknologi yang adapun bisa menciptakan peluang untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah tanpa harus meninggalkan rumah sekalipun.
Namun mungkin tanpa kita sadari, teknologi yang ada saat ini bisa berubah menjadi sebuah ancaman tersendiri, jika teknologi tersebut tidak mampu dikelola dan justru menguasai kita. Internet dan gadget adalah beberapa hasil dari kemajuan teknologi itu.
Saat ini saja, segala sesuatunya telah memanfaatkan fasilitas internet, salah satunya adalah dunia pendidikan.
Di negara kita, 2(dua) tahun terakhir ini hampir seluruh sekolah dan perguruan tinggi, termasuk Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas menggunakan fasilitas internet dalam proses perekrutan/penerimaan siswa baru. Ini merupakan kemajuan yang sangat baik tentunya, mengingat bahwa haruslah sedini mungkin teknologi itu diperkenalkan untuk pemanfaatan yang positif, juga untuk bekal memasuki Pasar Bebas yang akan sangat menitik beratkan pada teknologi tentunya dan memajukan masyarakat kita.
Selain itu juga membantu para orang tua yang sebelumnya memang tidak mengerti penggunaan internet sehingga tanpa sengaja mereka akan belajar dan mencoba memanfaatkannya.
Namun, yang terjadi saat ini kebanyakan dari kita menyalahgunakan pemanfaatan teknologi, begitu pun yang terjadi pada anak-anak saat ini.
Teknologi yang ada membuat mereka menjadi pribadi yang lebih mengutamakan diri sendiri, jauh dari kehidupan sosial secara langsung, bahkan ada yang sampai menjadikan teknologi atau lebih tepatnya media sosial itu sebagai pengganti keluarga, orang tua dan teman internet ataupun media sosial membuat mereka jauh dengan keluarga dan terkadang mereka malah menghabiskan waktunya berada didepan gadget/Komputer.
Selain itu, pada era digital sekarang ini keamanan siber menjadi krusial. Dengan peningkatan aktivitas yang dilakukan secara online, mulai dari transaksi perbankan hingga komunikasi pribadi, data pribadi dan informasi penting lainnya menjadi sangat rentan terhadap ancaman cybercrime.
Cybercrime adalah aktivitas ilegal yang dilakukan melalui internet dan melibatkan penggunaan komputer atau jaringan komputer.
Menurut laporan dari Cybersecurity Ventures, kerugian akibat cybercrime diperkirakan mencapai $10.5 triliun secara global pada tahun 2025, menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya Menurut laman https://www.bbc.com/indonesia/articles/cn01gdr7eero
menunjukkan bahwa salah satu Bank di Indonesia turut mengalami serangan ransomware, yaitu jenis perangkat lunak berbahaya yang memblokir akses ke sistem komputer atau data sampai sejumlah uang tebusan dibayar, yang mengakibatkan kerugian hingga ratusan juta dan pencurian data sebanyak 15 juta data nasabah.
“Serangan ini tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga berdampak pada reputasi dan kepercayaan publik terhadap institusi tersebut,” tulis laporan tersebut.
Nah padahal rata-rata orang di dunia tahu akan ancaman tersebut, tetapi kenapa masih banyak dari mereka yang tidak peduli dan masih memposting datadata diri mereka sendiri di internet dan medsos? Bahkan orang yang tidak memposting saja mengalami kebocoran data, apalagi mereka yang memposting.
Jadi bagaimana solusi untuk menjaga agar data-data kita tidak bocor ke publik? Menurut saya dengan menginstal keamanan siber pada setiap gatged yang dimiliki.
Kemanan siber ( Cybercrime ) merupakan salah satu metode yang merujuk pada praktik melindungi sistem, jaringan, dan program dari serangan digital, sangat penting untuk melindungi data dan privasi. Contohnya dalam kasus cybercrime yang telah terjadi di salah satu Bank di Indonesia, mengakibatkan data pribadi dan informasi penting nasabah menjadi korban dari serangan cybercrime.
Jika keamanan siber diabaikan, dampaknya bisa sangat besar, mulai dari kerugian finansial hingga kerusakan reputasi.
Oleh karena itu, baik individu maupun organisasi memiliki tanggung jawab untuk menjaga keamanan siber.
Hukum untuk para pelaku pencurian data ini akan dikenakan tindak pidana pencurian data pribadi (identity theft) menggunakan Pasal 67 ayat (1) dan(3) UU PDP yakni dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp5 miliar.
Meskipun sudah diatur hukum dan sanksi buat yang berani melakukan tindak kriminalitas itu, mereka tetap akan melakukannya sebab banyak faktor-faktor yang mempengaruhi, salah satunya lemahnya keamanan data (cyber security).
Menurut laporan National Cyber Security Index (NCSI) mencatat, skor indeks keamanan siber Indonesia sebesar 38,96 poin dari 100 pada 2022. Angka ini menempatkan Indonesia berada di peringkat ke-3 terendah di antara negara-negara G20. Menurut saya hal ini dapat terjadi karena rendahnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap cybersecurity ini.
Mereka mungkin beranggapan bahwa data mereka tidak akan dicuri karena gatged mereka yang mahal dan canggih.
Padahal secanggih-canggihnya gatged, semua yang berbasis elektronik, bisa diretas. Selain peretasan dan pencurian data pribadi, ancaman lainnya yaitu penipuan melalui media sosial seperti whatsapp, link-link yang beredar, instagram, dan lain-lain.
Salah satu contoh nya adalah teman saya yang ditipu melalui whatsapp dengan iming-iming doorprize kemenangan yang didapatkan melalui tanya jawab dari kontak whatsapp yang tidak dikenal.
Teman saya ini disuruh mengirim uang sebesar Rp400.000,00dengan iming-iming mendapatkan hadiah sebesar 50 juta.
Setelah pengiriman selesai, kontak yang tidak dikenal tersebut tidak ada kabar sampai sekarang. Dilansir https://nasional.kompas.com/read/2022/08/13/01460041/undang-undangpenipuan-online hukum mengenai tindak kejahatan penipuan dapat ditemukan dalam Pasal 378 KUHP.
Meskipun tidak mengkhususkan penipuan di dunia maya, namun pasal ini juga kerap digunakan dalam perkara penipuan online.
Pasal 378 berbunyi, “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Dituangkan lebih jelas dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016.
Berdasarkan Pasal 45A, setiap orang yang melakuan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik” akan dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Era digital ini dapat menghipnotis seseorang yang tidak paham dengan teknologi.
Menurut pendapat saya era teknologi merupakan salah satu kejahatan yang paling biadab, jika disalahgunakan. Teknologi merupakan buatan manusia, secanggih-canggih apapun teknologi itu pasti memiliki kelemahan di sisi lain.
Di era teknologi jarak dunia semakin sempit, dikarenakan penggunaan media elektronik yang semakin canggih.
Kita bisa melihat orang yang jaraknya jauh dari kita bisa berada di depan mata kita sendiri.
Jual beli di era ini juga sudah menggunakan yang namanya teknologi berupa Ecommerce (belanja online).
Banyak sisi positif dari penggunaan teknologi seperti mempermudah komunikasi, pencarian ilmu pengetahuan, dan masih banyak lagi.
Di samping itu, tidak lepas dari sisi negativenya yang kita tahu sekarang begitu banyak penyebaran video-video porno yang bisa merusak generasi bangsa.
Dikutip dari laman https://news.republika.co.id/berita/oew0yb361/97-persen-remajaindonesia- pernah-mengaksespornografi bahwa data Komisi Nasional Perlindungan Anak mengungkapkan dari 4.500 remaja di 12 kota di Indonesia, 97 persennya pernah melihat pornografi, begitu juga di kalangan siswa.
Dari 2.818 siswa, 60 persennya pernah melihat tayangan yang tidak senonoh itu.
Tidak hanya berhenti di situ, penggunaan medsos dengan video yang tidak senonoh seperti yang kita tahu sekarang dengan istilah pargoy yang mempertontonkan lekukan tubuh wanita yang tak seharusnya diperlihatkan dan di sebarluaskan, sehingga tidak hanya orang dewasa yang dapat melihat, anak-anak di bawah umur pun dapat melihat video tersebut.
Video-video seperti ini dapat merusak jaringan otak manusia, apalagi anak-anak yang masih rentan belum siap mentalnya untuk menangkap hal-hal yang berhubungan dengan porno.
Banyaknya asupan video porno ini menimbulkan rasa penasaran bagi para remaja yang belum siap dewasa, sehingga banyak terjadi kasus sekarang ini yang dimana para remaja wanita yang hamil di luar nikah.
Seperti yang dikutip dari Komnas Perempuan mencatat, sepanjang tahun 2021, ada 59.709 kasus pernikahan dini yang diberikan dispensasi oleh pengadilan.
Dilansir detikInet Selasa (8/11/2022), Pasal 27 ayat (1) UU ITE mengatur larangan mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi atau dokumen elektronik yang bermuatan melanggar kesusilaan.
Bukan hanya UU ITE, ada juga UU Pornografi yang bisa mengancam pihak yang memproduksi video asusila.
Tepatnya pada Pasal ; 4 ayat (1) UU Pornografi yang melarang setiap orang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat : “Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang ; kekerasanseksual ; masturbasi atau onani ; ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan ;alat kelamin ; atau pornografi anak.
Harapan saya bagi orang tua atau wali dari generasi baru bangsa Indonesia dapat menjaga anak- anak dari efek negative dari era modern saat ini.
Dan pemerintah saya berharap dapat mengantisipasi hal-hal negative yang masuk ke website atau medsos negara Indonesia dan memberikan bimbingan konseling kepada masyarakat.