PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR DI KALANGAN MAHASISWA D3 KEBIDANAN UNIVERSITAS AUFA ROYHAN DI KOTA PADANGSIDIMPUAN
Oleh Juliana, M.Pd
Dosen tetap Universitas aufa royhan di kota padangsidimpuan
Di generasi sekarang ini, kita bisa berkomunikasi dengan orang jauh lewat media sosial. Dapat kita lihat penggunaan bahasa yang kita pakai waktu mengirim pesan sangatlah tidak sama.
Ada istilah yang dipersingkat atau tidak sama dengan kaidah bahasa yang biasanya dipakai pada bahasa Indonesia seperti penggunaan istilah “dan lain-lain” yang dipersingkat sebagai “dll”, menuliskan istilah “aku” sebagai “aq”.
Dan masih banyak lagi istilah yang dipersingkat. Oleh karenanya diperlukan norma dan keterampilan setiap warga negara Indonesia dalam memakai bahasa yang sama dengan kaidah kebahasaan (EYD).
Di era ini, bahasa Indonesia banyak tercampur menggunakan bahasa asing. “Kids jaman now” menggantikan kata remaja masa kini. Serta masih banyak kata-kata yang sebelumnya belum terkenal.
Tidak bisa dipungkiri bahwa bahasa itulah yang lebih banyak dipakai apalagi tidak jarang ditemukan pada kalangan anak belia di mana mengingat bahasanya lebih singkat dan gampang untuk diucapkan tetapi mempunyai makna dan arti yang tidak sama.
Sampai sekarang ini pula, bahasa yang dipersingkat telah ada pada diri setiap orang apalagi generasi sekarang ini. Sehingga untuk mengutarakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah kebahasaan pun sulit untuk dilakukan.
Lantaran perkara seperti itulah maka bahasa indonesia diajarkan lagi pada proses pembelajaran.
Berbahasa yang baik artinya berbahasa yang sama dengan lingkungan bahasa itu dipakai. Sedangkan bahasa yang benar artinya bahasa yang sama dengan kaidahnya, aturannya, bentuk dan strukturnya.
Kalau berbahasa Indonesia yang baku wajib seperti bahasa yang kaidahnya tertulis pada buku tata bahasa. Sebaliknya, apabila memakai salah satu Dialek Jakarta misalnya, wajib bahasa Jakarta seperti yang dipakai penduduk aslinya.
Menurut saya penggunaan Bahasa Indonesia dikalangan mahasiswa belum sefasih ketika mahasiswa menggunakan bahasa informal. Ini karena kurangnya mahasiswa berbahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-harinya.
Bahkan didalam diri mereka timbul suatu ketidakwajaran ketika berbahasa Indonesia yang baku. Padahal sangatlah wajar apabila mahasiswa selaku penerus bangsa dapat menggunakan bahasa nasionalnya dan menunjukan identitas sebagai Bangsa Indonesia.
Bagaimana bisa maju suatu negara apabila tidak bisa menunjukan jatidirinya ? Ada beberapa hal yang saya amati mengapa Bahasa Indonesia baku menjadi sebuah anomali bagi pelajarnya sendiri.
Pertama, kurangnya peran dari pendidik.
Arti pendidik disini tidak hanya di sekolah saja tetapi juga dari keluarga dan masyarakat. Di lingkungan keluarga, orang tua cenderung tidak mempermasalahkan Bahasa Indonesia yang digunakan anak-anaknya sejak kecil.
Misalnya mereka hanya terpaku pada nilai matematika, sains atau pun bahasa Inggris. Asalkan bisa berkomunikasi, bahasa tidak menjadi masalah. Ironisnya, kurangnya peran pendidik berasal dari guru Bahasa Indonesianya sendiri.
Memang Bahasa Indonesia telah dipelajari sejak usia sekolah dasar, tetapi guru hanya mengajar cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar bukan mendidik cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bahasa Indonesia hanya sebuah pelajaran bukan pendidikan, hanya formalitas dan bukan untuk diterapkan. Secara tertulis kita sering membaca kalimat “Wajib Berbahasa Indonesia Sesuai EYD” tetapi secara kasat mata “Jauhkan Dari Jangkauan Anak-anak”.
Kedua, kurangnya kesadaran dari mahasiswanya sendiri. Identik dengan remaja dewasa, mahasiswa masih mempunyai ego sehingga mereka merasa canggung berbahasa Indonesia yang baik dan benar dalam pergaulannya.
Bahkan mahasiswa lebih memilih untuk menguasai Bahasa Inggris yang dianggap lebih hebat daripada Bahasa Indonesia dan beralasan untuk mengikuti perkembangan zaman. Alasan tersebut memang tidak bisa dipungkiri tetapi alangkah baiknya jika menguasai Bahasa Indonesia yang baik dan benar dulu.
Ketiga, anggapan Bahasa Indonesia baku sebagai bahasa panti jompo. Ini disebabkan karena peran dari media baik cetak maupun elektronik sering berkomunikasi dengan menggunakan bahasa informal yang dibawakan oleh ikon-ikon artisnya sehingga orang yang mengidolakan artis tersebut suka menirukan apa yang idola mereka lakukan.
Contohnya Laura Syndrome yang gejalanya menirukan gaya ala Cinta Laura. Jadi jika suatu acara menggunakan bahasa formal, maka acara tersebut membosankan untuk disimak. Jadi untuk memaksimalkan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dikalangan mahasiswa sangat sulit dilaksanakan.
Apabila pendidikan mau memaksimalkan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari dikalangan mahasiswa sekarang, mungkin sudah terlambat. Seharusnya program seperti ini dilaksanakan sejak usia dini agar dapat terbiasa berbahasa Indonesia yang baik dan benar.